Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

HUBUNGAN ANTARA SANITASI MAKANAN DAN LINGKUNGAN

DENGAN KEJADIAN DIARE BALITA DI KELURAHAN OESAPA

KECAMATAN KELAPA LIMA KUPANG TAHUN 2006

Asmirah Ina Lopi1, Marylin Junias2

Abstract: Diarrhea disease up to now still became the problem of society health in Indonesia, especially in Province of East Nusa Tenggara. This disease attack all of faction age, but the most of baby of susceptible in faction age the baby under five year. A lot of factor causing the happening of diarrhea disease, for example food processing, supply of clean water society and waste processing system. The research aim to know the relation between food sanitation (food processing) and environment (supply clean water and waste processing) society with the occurance of diarrhea among baby of under five year at Regency Oesapa, Kelapa Lima Subdistrict Kupang town in 2006. Research type used is cross sectional study. The population in research as much 1.134 baby under five year (1-4 Year) and sample as much 89 baby of under five year selected at random with the responden is child’s mother. Hypothesis examination use the test Chi-Square, but because ineligilility test is hence used by test of fisher’s exact. Continuation examination use the test Phi to know the relation of between variable dependent and independent. Result of research indicate that there no realtion between sanitation food by occurance is diarrhea baby under five year( = 0,343 ,  0,05) and supply of clean water ( = 1,000 ,  >0,05) not there relation is relation of with of occurance of diarrhea baby under five year. While waste processing there is relation with the diarrhea occurance at baby of under five year ( = 0,018 ,  >0,05). Becaming its conclusion is there no relation between food sanitation and supply clean water with the occurance of diarrhea baby of under five year, but there is relation between waste processing with the occurance of diarrhea baby of under five year, with the storey level of relation sliverring.

Keywords:Sanitation, diarrhea, baby of under five year.

1

Hubungan Antara Sanitasi Makanan Dan Lingkungan Dengan Kejadian Diare Balita

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Wilayah Indonesia secara geografis merupakan daerah tropis dimana iklim dan lahannya cukup potensial untuk berkembang biaknya kuman penyebab penyakit sehingga mengganggu kesehatan masya-rakat. Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini hingga kini masih menjadi penyebab utama kematian, ter-utama pada kematian pada anak. (Astyani, 2005)

Insiden penyakit diare berkisar antara 400 kasus per 1000 pen-duduk, dimana 60-70% diantaranya adalah anak-anak usia dibawah lima tahun. Golongan umur ini mengalami dua sampai tiga periode diare per tahun. Menurut survei kesehatan rumah tangga yang dilakukan oleh Depar-temen Kesehatan RI tahun 1980, 24,1% kematian bayi di Indonesia disebabkan oleh diare. Diperkirakan terjadi kematian karena diare sebanyak 15.000-300.000 balita setiap tahun atau setiap 3 menit terdapat seorang balita yang meninggal karena diare. (Depkes RI, 1988).

Angka kejadian diare yang tinggi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain kesehatan lingkungan, dalam hal ini terkait kondisisanitasi makanan dan sanitasi lingkungan seperti penye-diaan air bersih dan pengolahan air limbah, serta keadaan gizi balita, faktor sosial ekonomi dan minimnya kesadaran masyarakat tentang bahaya yang ditimbulkan oleh pen-yakit diare.

Penyakit diare di NTT menempati urutan ketiga dari seluruh penyakit yang dialami oleh penderita rawat jalan di sarana pelayanan kesehatan serta meru-pakan penyebab utama kematian di rumah sakit untuk golongan umur bayi dan balita (Dinkes RI, 2003). Tahun 2003 angka morbiditas diare sebanyak 9.665 orang dan tahun 2004 mengalami penurunan menjadi 4.912 orang. Tetapi pada tahun 2005 meningkat kembali menjadi 9.999 orang (Dinkes Kota Kupang, 2006).

Kelurahan Oesapa merupakan salah satu kelurahan yang termasuk dalam wilayah kerja Puskesmas Pasir Panjang. Berdasarkan Laporan Bulanan (LB I) Puskesmas Pasir Panjang tahun 2004, penyakit berbasis lingkungan yang mendu-duki posisi tertinggi adalah penyakit diare dengan jumlah kasus sebesar 1849 kasus, dimana dari total pasien yang berkunjung 1016 kasus atau 54,95% penderitanya adalah anak balita. Tahun 2005 penyakit diare meningkat lagi menjadi 2731 kasus.

Rumusan masalah yang dikaji dalam penulisan ini adalah apakah ada hubungan antara sanitasi makanan dan lingkungan dengan kejadian diare balita di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang Tahun 2006.

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara sanitasi makanan dan lingkungan dengan kejadian diare balita di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang Tahun 2006.Sedangkan tujuan khususnya adalah untuk: (1) Mengetahui pengolahan makanan masyarakat di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang; (2)Mengetahui penyediaan air bersih masyarakat di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang; (3)Mengetahui peng-olahan air limbah masyarakat di Kelurahan Oesapa Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang; (4)Mengetahui hubungan antara pengolahan makanan dengan kejadian diare balita; (5)Mengetahui hubungan antara penyediaan air bersih dengan kejadian diare balita; (6)Mengetahui hubungan antara pengolahan limbah dengan kejadian diare balita.

Sanitasi Makanan

Sanitasi makanan adalah suatu pencegahan yang menitik beratkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala bahaya yang dapat mengganggu kesehatan mulai dari sebelum makanan diproses, selama dalam proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, pen-yajian sampai pada makanan dan minuman itu dikonsumsi oleh masyarakat. Penyelenggaraan sani-tasi makanan bertujuan untuk menyingkirkan resiko terkontaminasi oleh mikroorganisme pada tahap-tahap yang berbeda dalam produksi dan pemprosesan makanan (Bress,1995).

Agar sanitasi makanan terjamin, diperlukan pengolahan makanan secara saniter. Persyaratan pengo-lahan makanan yang saniter, teruta-ma dalam jasaboga menurut Mukono (2000) terbagi atas enam.

Persyaratan Untuk Tenaga Pengolah Makanan

Yang menjadi prasyarat untuk tenaga pengolah makanan adalah (1)Kondisi badan sehat dengan surat keterangan dokter; (2)Bebas dari penyakit menular; (3)Harus punya buku pemeriksaan kesehatan

Persyaratan Peralatan Dalam Proses Pengolahan Makanan

Yang menjadi prasyarat dalam proses pengolahan makanan adalah (1) Permukaan alat harus utuh, tidak cacat dan mudah dibersihkan; (2)Lapisan permukaan alat tidak mudah larut dalam asam/basa atau garam yang lazim dipakai dalam proses pengolahan makanan; (3)Apabila alat tersebut kontak dengan makanan maka alat tersebut tidak akan mengeluarkan logam berat beracun dan berbahaya, misalnya timah hitam, tembaga, seng, kadmium dan lain-lain; (4)Tutup wadah harus menutup sempurna; (5)Kriteria kebersihan ditentukan dengan angka kuman maksimum 100/cm2 permukaan dan bebas dari kuman E coli.

Cara Pengolahan Makanan

Cara pengolahan makanan haruslah semua kegiatan pengolahn makanan harus terlindung dari kontak langsung dengan tubuh, misalnya dengan menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok atau garpu. Serta menghindari pencemaran makanan dengan menggunakan celemek, tutup kepala/tutup rambut dan tutup mulut, serta memakai sepatu khusus dapur.

Perilaku Tenaga Pengolah Makanan

Perilaku sehat tenaga pengolah selama pengolahan makanan, seperti tidak merokok, tidak makan atau mengunyah, tidak memakai perhiasan kecuali cincin kawin, tidak berhias, tidak menggunakan pera-latan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya, selalu mencuci tangan sebelum bekerja, memakai pakaian kerja yang bersih dan pakaian pelindung dengan benar dan tidak dipakai di luar jam kerja.

Penyimpanan Bahan Mentah dan Makanan Jadi.

Bahan makanan yang disimpan berupa bahan padat, ketebalan maksimum 10 cm dan syart kelembaban ruang penyimpanan berkisar 80-90%.

Penyimpanan Makanan Jadi

Dalam mneyimpan makanan jadi ada beberapa hal yang perlu diperhatikan: (1)Terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan lainnya; (2)Makanan yang cepat busuk sebaiknya disimpan dalam suhu 65,5oC atau lebih atau disimpan dalam suhu dingin sekitar 4oC atau kurang; (3)Makanan yang cepat busuk untuk digunakan dalam waktu lama (lebih dari 6 jam) sebaiknya disimpan dalam suhu dingin sekitar 5oC sampai 1oC; (4)Tidak menempel pada lantai, dinding atau langit-langit dengan ketentuan : jarak makanan dengan lantai 15cm, jarak makanan dengan dinding 5 cm dan jarak makanan dengan langit-langit 60 cm.

Sanitasi Lingkungan

Menurut M.Alimin Umar (1990) dalam Mustakim Sahdan (2002), Sanitasi lingkungan meliputi aspek yang sangat luas, hampir sebagian besar kehidupan manusia. Menurut Badudu (dalam Sahdan.2002), sanitasi lingkungan dapat diartikan sebagai pengawasan faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap kesehatan jasmani, rohani dan sosial, termasuk pengawasan terhadap persediaan air, pembu-angan sekreta/tinja, air bekas pakai dan sampah, persyaratan rumah sakit, makanan (susu, daging dan lain-lain), kebersihan umum, pence-maran udara, tempat-tempat umum seperti pasar, kantor, bioskop, restoran dan lain-lain.

Lingkungan yang buruk menyebabkan timbulnya berbagai penyakit endemik kronis, seperti pengolahan sumber air rumah tangga, infeksi karena kontak langsung dengan atau tidak dengan feses manusia, infeksi karena disebabkan oleh arthropoda, keong, cacing dan vektor lain, pengotoran makanan dan minuman, perumahan yang sempit dan berdesak-desakan, penyakit hewan yang dapat menular ke manusia.

Penyediaan Air Bersih

Air adalah materi esensial bagi kehidupan manusia dan mutlak harus ada bagi kehidupan mahluk hidup, disamping sebagai pelarut yang baik. Sebagian besar tubuh manusia terdiri atas air. Tubuh orang dewasa sekitar 55-60% berat badan terdiri atas air, anak-anak sekitar 65% dan bayi sekitar 80%. Pentingnya air bagi kesehatan dapat dilihat dari jumlah air yang ada dalam organ tubuh. Kehilangan 15% dari berat badan dapat menga-kibatkan kematian (Slamet, 1994).

Supaya air yang masuk dalam tubuh manusia, baik berupa minuman atau makanan tidak menyebabkan atau pembawa bibit penyakit, mutlak diperlukan suatu pengolahan air. Pengolahan air yang berasal dari sumber atau jaringan transmisi/distribusi diperlukan untuk mencegah terjadinya kontak antara kotoran sebagi sumber penyakit dengan air (Sutrisno, 1991).

Syarat air bersih sesuai dengan ketentuan WHO maupun Depar-temen Kesehatan serta American Public Health Association (APHA) adalah meliputi syarat kualitas fisik, biologis/bakteri-ologis dan secara kimia (Suriawiria, 1996). Di Indonesia, syarat kualitas air bersih digunakan Permenkes 416/ Menkes/PER/IX/1990 tentang Air Ber-sih, yaitu syarat fisik (jernih, tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau), syarat bakteorologis (tidak mengandung kuman parasit dan kuman-kuman patogenik), syarat kimia (tidak mengandung zat-zat yang berbahaya untuk kesehatan seperti zat-zat beracun dan tidak mengandung mineral serta zat-zat organik yang lebih tinggi dari jumlah yang ditentukan, seperti mangan, kadmium, arsen, klorida dan lain-lain), syarat radioaktif yaitu tidak mengandung bahan radioaktif yang berbahaya bagi kesehatan manusia.

Jumlah air untuk keperluan rumah tangga perhari tidak sama untuk tiap negara. Untuk Indonesia, kuantitas air bersih yang harus dipenuhi yaitu 60 liter/orang/hari untuk daerah pedesaan dan 100-150 liter/orang/hari untuk daerah perko-taan.

Air adalah sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hal ini dikarenakan air merupakan media dari berbagai macam penularan penyakit, teru-tama penyakit perut. Air adalah pembawa penyakit yang berasal dari tinja untuk sampai pada manusia (Sutrisno,1991).

Secara umum penyakit penyakit yang ditularkan oleh air dapat dibagi menjadi 4 cara, yaitu : (1)Penyakit yang ditularkan secara langsung melalui air minum yang mengandung kuman patogen, misalnya penyakit kholera, thypus, hepatitis dan lain-lain; (2)Penyakit yang disebabkan oleh kurangnya air untuk peme-liharaan hygiene perorangan. Penyakit ini sangat dipengaruhi oleh cara penularannya, seperti misalnya penyakit infeksi saluran pencernaan/ diare, dimana cara penularannya bersifat fecal oral dan ditularkan melalui alat-alat dapur yang dicuci dengan air. Selain itu yang erat hubungannya dengan hygiene per-orangan adalah penyakit infeksi kulit dan selaput lendir; (3)Penyakit yang ditularkan oleh bibit penyakit yang sebagian siklus hidupnya berada di dalam air, misalnya schistosomiasis yaitu penyakit yang disebabkan oleh cacing daun yang bersarang dalam pembuluh darah balik sekitar usus dan kandung kemih; (4)Penyakit yang ditularkan oleh vektor yang hidupnya bergantung pada air, misalnya nyamuk Aides aegepty, yang menjadi vektor penyakit demam berdarah.

Pengolahan Air Limbah

Menurut Haryoto Kusnoputranto (1985) dalam Notoatmodjo (1997), air limbah/air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri dan tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat membahayakan kesehatan serta mengganggu lingkungan hidup. Batasan lain menyatakan bahwa air limbah adalah kombinasi antara cairan dan sampah cair dari daerah pemukiman, industri, perkantoran dan perdagangan, bersama-sama dengan air permukaan, air tanah dan air hujan yang mungkin ada.

Ada lima cara pembuangan air limbah rumah tanggamenurut Kusnoputranto (1985), yaitu (1)Pem-buangan umum, melalui tempat pembuangan air limbah yang terletak di halaman; (2)Digunakan untuk menyiram tanaman di kebun; (3)Dibuang kelapangan peresapan; (4)Dialirkan ke saluran terbuka; (5)Dialirkan ke saluran tertutup atau selokan.

Melihat kemungkinan zat-zat yang terkandung didalamnya, maka air limbah tidak boleh langsung dibuang sebelum dilakukan pengo-lahan terlebih dahulu karena efek atau dampaknya dapat mengganggu kesehatan dan keseimbangan ling-kungan hidup.

Penyakit Diare

Pengertian Diare

Diare berasal dari bahasa latin diarrhoea, yang berarti buang air encer lebih dari empat kali baik disertai lendir dan darah maupun tidak. Menurut Depkes (2003), diare adalah buang air besar lembek atau cair bahkan berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya tiga kali alau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.

Etiologi Penyakit Diare

Dalam buku kuliah Ilmu Kesehatan Anak I FK IU (1985), etiologi diare dapat dibagi dalam beberpa faktor, antara lain faktor infeksi, faktor malabsorbsi, faktor makanan dan faktor psikologis. Dari keempat faktor tersebut, faktor infeksi merupakan penyebab utama diare pada anak.

Selain itu, ada juga faktor diet dimana serangan diare dapat terjadi karena terlalu banyak makan makanan yang sulit dicerna seperti kacang, cabai dan beberapa jenis obat tradisional yang menyebabkan rangsangan pada usus (Jelliffe, 1994)

Epidemiologi Penyakit Diare

Kuman penyebab diare biasanya menyebar melalui fecal oral antara lain melalui makanan/nimuman yang tercemar tinja dan atau kontak langsung dengan tinja penderita. Dalam Depkes RI, 2003, terdapat beberapa perilaku yang dapat menyebabkan penyebaran kuman enterik dan meningkatkan resiko terjadinya diare, yaitu (1)Tidak mem-berikan air susu ibu (ASI) secara penuh pada 6 bulan pertama kehidupan; (2)Menggunakan botol susu; (3)Menyimpan makanan masak pada suhu kamar; (4)Meng-gunakan air minum yang tercemar; (5)Tidak mencuci tangan sesudah buang air besar (BAB) dan sesudah membuang tinja anak atau sebelum makan dan menyuapi anak; (6)Tidak membuang tinja (termasuk tinja bayi) dengan benar.

Faktor Pejamu

Beberapa faktor pada pejamu dapat meningkatkan insiden, bebe-rapa penyakit dan lamanya diare, seperti: (1)Tidak memberikan ASI sampai dua tahun, padahal ASI mengandung antibodi yang dapat melindungi dari kuman penyebab penyakit diare: shigella; (2)Kurang gizi; (3Diare dan disentri sering terjadi dan berakibat berat pada anak-anak yang sedang menderita campak dalam 4 minggu terakhir. Hal ini sebagai akibat dari penurunan kekebalan tubuh pende-rita; (4)immunodefisiensi/immunosu-presi. Keadaan ini mungkin berlang-sung sementara, misalnya sesudah infeksi virus (seperti campak) atau mungkin berlangsung lama seperti pada penderita AIDS. Pada anak immuno-supresi berat, diare dapat terjadi karena kuman yang tidak patogen dan mungkin berlangsung lama. (5)secara proporsional diare lebih banyak pada golongan balita (55%).

Faktor Lingkungan dan Perilaku

Penyakit diare merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan. Dua faktor yang dominan yaitu sarana air bersih dan pembuangan tinja. Kedua faktor ini akan berinteraksi bersama dengan perilaku manusia. Apabila faktor lingkungan tidak sehat karena tercemar kuman diare serta berakumulasi dengan perilaku manusia yang tidak sehat pula, seperti melalui makanan dan minuman, maka dapat menimbulkan kejadian penyakit diare (depker RI, 2003).